PERBEDAAN
PRINSIP EKONOMI SYARIAH
DAN
TRANSAKSI SYARIAH
Transaksi syariah berlandaskan pada
paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan
ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk
mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (falah). Paradigma
dasar ini menekankan bahwa setiap aktifitas umat manusia memiliki akuntabilitas
dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai
parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktifitas usaha.
Transaksi
Syariah merupakan ketentuan hukum islam yang mengatur aktifitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi
vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk.
Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah mengikat secara hukum
bagi semua pelaku dan pemangku kepentingan entitas yang melakukan transaksi
syariah.
Sedangkan
Prinsip – prinsip Ekonomi Syariah merupakan asas dari Transaksi Syariah. Adapun
pembagian asas dari Transaksi Syariah tersebut adalah :
1. Prinsip persaudaraan
(ukhuwah)
Esensinya
merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi
kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling
tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam
memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh
mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi
syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami
(tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful),
saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
2. Prinsip keadilan (‘adalah)
Esensinya
menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang
berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi keadilan
dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:
(a) riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun
fadhl), (b) kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan), (c) maysir (unsur judi dan sikap spekulatif ), (d)
gharar (unsur ketidakjelasan), dan (e) haram (unsur haram baik dalam
barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait).
Esensi riba adalah setiap
tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam
serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan yang
dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antarbarang-barang ribawi termasuk
pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun
tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai. Esensi kezaliman (dzulm)
adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak
sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan
memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya.
3. Prinsip kemaslahatan
(mashlahah)
Esensinya
merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan
ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan
yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal)
serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek
secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudaratan. Transaksi syariah yang
dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi
tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan
terhadap: (a) akidah, keimanan dan ketakwaan (dien), (b) intelek (‘aql),
(c) keturunan (nasl), (d) jiwa dan keselamatan (nafs), dan
(e) harta benda (mal).
4. Prinsip keseimbangan
(tawazun)
Esensinya
meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik,
sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek
pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada
maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder).
Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham,
akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan
ekonomi.
5. Prinsip universalisme
(syumuliyah)
Esensinya
dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)
tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat
kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin). Transaksi syariah terikat
dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang
dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang
merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.
Implementasi trasaksi yang sesuai dengan pradigma dan
asas transaksi syariah harus memenuhi karateristik dan persyaratan antara lain:
- Karateristik hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida,
- Prinsip kebebasan transaksi diakui sepanjang objeknya hal dan baik (toyyib),
- Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas,
- Tidak mengandung unsur riba,
- Tidak mengandung unsure kezaliman,
- Tidak mengandung unsur maysir,
- Tidak mengandung unsur gharar,
- Tidak mengandung unsur haram,
- Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan resiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk),
- Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan orang lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan(ta’alluq) dalam satu akad,
- Tidak ada distori harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran, dan
- Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap(risywah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar