BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Anak
jalanan adalah mereka yang berumur dibawah 18
tahun, yang menghabiskan waktunya untuk mencari uang maupun untuk bermain di
jalanan. Menurut buku “Intervensi Psikososial” (Departemen
Sosial, 2011:20), mereka yang menjadi anak jalanan adalah sebagian besar anak
yang mau tidak mau, suka tidak suka menghabiskan keseluruhan waktunya di
jalanan untuk mencari pendapatan dengan cara berkeliaran di tempat umum,
dijalanan serta tempat terbuka lainnya.
Permasalahan anak jalanan selalu
dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia. Kota Medan adalah salah satu kota
yang menghadapi permasalahan anak jalanan yang cukup kompleks. Jumlah anak jalanan di Kota Medan terbilang
cukup banyak dan kondisinya memprihatinkan, baik dari segi moral maupun
finansial, seperti putus sekolah, hingga terlibat dalam lingkungan pergaulan
yang kurang baik. Contohnya adalah sejumlah anak jalanan di lampu merah Aksara,
dimana sebagian besar dari mereka tidak dapat melanjutkan sekolahnya dan
terpaksa menghabiskan waktu di jalanan untuk mengamen karena keterbatasan
ekonomi dan usia yang membuat mereka tidak dapat diterima untuk bekerja pada
orang lain. Terlebih lagi paradigma masyarakat umum yang masih memandang
negatif terhadap anak jalanan dan
menempatkan status anak jalanan lebih rendah daripada masyarakat secara umum.
Pada dasarnya anak jalanan adalah
anak-anak yang perlu dibina dan menginginkan suatu pengakuan, bahwa mereka sama
dengan anak-anak pada umumnya dan berhak diperlakukan dan dipandang sama dengan
yang lain. Keputusan mereka untuk hidup di jalan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah desakan ekonomi dan faktor keluarga. Sehingga hal
tersebut memaksa mereka untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya secara
mandiri.
Perlakuan masyarakat yang
mendiskriminasi anak jalanan tersebutlah yang melatar belakangi alasan kami
mengangkat masalah realita kehidupan anak jalan di Kota Medan khususnya anak
jalanan lampu merah Aksara, dengan harapan masyarakat terkhususnya mahasiswa
mau berperan aktif dalam penuntasan masalah ini. Adapun judul yang kami ambil,
yaitu “Jika Aku Menjadi Anak Jalanan”.
B. Perumusan Masalah
Acuan
tentang Perlindungan anak yang diatur dalam UU no 23 tahun 2002 dan UU Pasal 34
ayat (1) UUD 1945, mengatakan bahwa “fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara" serta “setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
”. Undang-Undang di atas seyogyanya sudah dapat menjawab semua kebutuhan
anak jalanan dan fakir miskin, seharusnya tidak ada lagi anak-anak yang tidak mengikuti
pendidikan, setiap anak yang tinggal di jalanan juga dapat diperlakukan sama
dengan anak-anak pada umumnya serta menerima haknya untuk dilindungi. Undang-Undang
tersebut terlihat sangat terpuji karena bersifat kepedulian yang sangat tinggi,
namun tidak sesuai dengan pelaksanaannya. Melihat latar belakang di atas,
penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah penerapan Undang-Undang tentang
Perlindungan Anak tersebut telah terlaksana dengan baik dan Apa saja usaha yang
telah dilakukan pemerintah dalam hal penanggulangan anak jalanan?
2. Bagaimana cara mengubah pandangan negatif
masyarakat terhadap anak jalanan, dan perananan apa yang dapat diberikan
masyarakat dan mahasiswa terhadap penanggulangan anak-anak jalanan di kota
Medan?
C. Tujuan
Tujuan
dari Karya Ilmiah ini adalah :
1. Untuk mengetahui penerapan Undang-Undang
tentang Perlindungan Anak, apakah sudah terlaksana dengan baik dan Apa saja
usaha yang telah dilakukan pemerintah dalam hal penangulangan anak jalanan.
2. Untuk mengubah pandangan negatif
masyarakat terhadap anak jalanan, dan meningkatkan peranan masyarakat dan
mahasiswa terhadap penanggulangan anak-anak jalanan di kota Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada
anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi
di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Pengertian
anak jalanan menurut Soedijar (1998) adalah anak jalanan itu berusia di antara
tujuh hingga lima belas tahun, mereka memilih untuk mencari penghasilan di
jalanan yang tidak jarang menimbulkan konflik ketenangan, ketentraman dan
kenyamanan orang lain di sekitarnya, serta sering membahayakan dirinya sendiri.
Menurut Shalahuddin ( 2000 ) anak
jalanan adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian
atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna
mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.
UNICEF
mendefenisikan anak-anak jalanan sebagai anak-anak yang pergi meninggalkan rumah,
sekolah, dan lingkungan tempat tinggalnya, sebelum mencapai usia 16 tahun.
Mereka menggelandang di jalan-jalan atau di tempat umum. Badan ini menilai
bahwa para anak jalanan mempunyai etimologi dan gaya hidup yang serupa. Mereka
kebanyakan berasal dari keluarga miskin dengan orang tua yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap, kehidupan perkawinan yang tidak stabil, peminum alkohol dan
lain-lain. Sementara itu, kekerasan merupakan metode yang biasa diterapkan
dalam persoalan-persoalan antar pribadi. Mereka pada umumnya tergolong pada
anak yang liar dan tidak tersosialisasikan dengan baik ( Cockburn, 1988 ).
Hal
tersebut di atas yang menjadi alasan seorang anak untuk memilih hidup di jalan
dengan maksud menghindari kekerasan atau konflik dalam keluarga, serta mencari
kebebasan serta memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara mengamen. Pada
dasarnya, mereka memiliki niat yang baik untuk menafkahi hidupnya tanpa
mengganggu keamanan dan kenyamanan orang lain, namun karena perlakuan sebagian
masyarakat yang memandang mereka sebelah mata sampai perlakuan yang bersifat
diskriminasi mengakibatkan timbulnya suatu perasaan sensitif dan rendah diri. Hal ini juga yang membuat
mereka enggan untuk mencoba mencari pekerjaan ditempat lain, dan akhirnya
memilih untuk tetap hidup di zona nyaman mereka dengan hidup di lingkungan anak
jalanan dimana mereka merasa memiliki penderitaan yang sama, dan tidak adanya
diskriminasi antar mereka.
Karena
memiliki sejarah dan penderitaan hidup yang sama, akhirnya mereka membentuk
sebuah komunitas anak jalanann yang eksklusif bagi kalangan mereka saja. Sebagian masyarakat
yang memiliki tujuan baik terhadap mereka pun dinilai sebagai orang-orang yang
hanya ingin memanfaatkan anak jalanan untuk tujuan pribadi, walaupun tidak
dipungkiri ada juga beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab yang
memanfaatkan anak jalanan demi keuntungan pribadi. Misalnya mahasiswa yang ingin menyusun
skripsi, mendekati mereka dengan tujuan mengambil data yang dibutuhkan. Setelah
mereka mendapatkan data yang dibutuhkan, mereka pun meninggalkan anak jalanan
tersebut dan tidak peduli pada anak jalanan tersebut.
Demi menanggulangi
permasalahan anak jalanan ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya,
diantaranya :
1. Pembentukan rumah
singgah. Konferensi Nasional II,
masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan Juli 1996 mendefinisikan
rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal,
dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum
dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Secara umum tujuan dibentuknya
rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan
menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya
2. Program Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA), adalah kebijakan yang dilaksanakan tujuh kementerian yang diupayakan
terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Kebijakan ini dilakukan Pemerintah,
Pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna
memenuhi kebutuhan dasar anak, yang meliputi bantuan/subsidi pemenuhan
kebutuhan dasar, aksesibilitas pelayanan sosial dasar, penguatan orang
tua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.
Secara umum berbagai cara mengatasi permasalahan anak jalanan yang juga dilakukan oleh pemerintah dan LSM adalah sebagai berikut.
a. Street-centered
intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di “jalan” dimana anak-anak jalanan
biasa beroperasi. Tujuannya agar dapat menjangkau dan melayani anak di
lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan.
b. Family-centered
intervention.
Penanganan anak jalanan yang difokuskan pada pemberian bantuan sosial atau
pemberdayaan keluarga sehingga dapat mencegah anak-anak agar tidak menjadi anak
jalanan atau menarik anak jalanan kembali ke keluarganya.
c. Institutional-centered
intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di lembaga (panti), baik secara
sementara (menyiapkan reunifikasi dengan keluarganya) maupun permanen (terutama
jika anak jalanan sudah tidak memiliki orang tua atau kerabat). Pendekatan ini
juga mencakup tempat berlindung sementara (drop in), “Rumah Singgah” atau “open house” yang menyediakan fasilitas
“panti dan asrama adaptasi” bagi anak jalanan.
d. Community-centered
intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di sebuah komunitas. Melibatkan
program-program community development
untuk memberdayakan masyarakat atau penguatan kapasitas lembaga-lembaga sosial
di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik
lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat. Pendekatan ini juga
mencakup Corporate Social Responsibility
(tanggungjawab sosial perusahaan).[1]
BAB III
METODE PENULISAN
Sehubungan dengan teknik penelitian yang
digunakan, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu Teknik
Observasi dan Teknik Interview. Teknik Observasi digunakan untuk mengamati
suatu objek dengan lebih teliti, dengan
melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematika. Teknik ini digunakan
untuk menganalisa seperti apa perlakuan dan cara pandang masyarakat terhadap anak
jalanan dan sebaliknya.
Teknik Interview dilakukan dengan cara
menggali data secara lisan dari informan maupun anak jalanannya sendiri dengan
melakukan wawancara. Wawancara mendalam dilakukan dengan narasumber antara lain
Pengurus Lembaga Peduli Anak jalanan yaitu Kelompok Kerja Sosial Perkotaan
(KKSP), Salah satu staf pemasaran BPJS ( Badan Penyelenggara Jasa Sosial )
serta anak jalanan yang ada di daerah aksara. Data dan arsip – arsip yang
didapat dari hasil interview digunakan untuk memenuhi tujuan penelitian.
Adapun
teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan metode
analisis kualitatif. Metode analisis deskriptif kualitatif adalah cara yang
cenderung menggunakan kata – kata dalam menjelaskan fenomena atau data yang
telah didapatkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak yang telah diatur
oleh Pemerintah sebenarnya sudah berpihak terhadap anak-anak jalanan. Namun
pelayanan yang telah dilakukan oleh pemerintah itu sendiri nyatanya masih
kurang dapat berjalan maksimal dan anak jalanan masih tetap kurang tersentuh
perlindungan hukum. Pemerintah dalam upaya penanganan anak jalanan terlihat kurang
berkomitmen, hal tersebut dibuktikan oleh masih terdapat banyak anak jalanan
yang tersebar di kota Medan. Keadaan mereka sangat memprihatinkan, dimana
mereka sebagai warga negara Indonesia, masih banyak yang tidak memiliki akta
kelahiran. Begitu juga yang telah menginjak usia 17 tahun ke atas yang masih
tidak memiliki KTP. Mereka mengaku tidak mengurus hal tersebut dikarenakan
faktor biaya administrasi serta kesulitan dalam mengurus akta kelahiran dan
KTP. Bahkan oknum pemerintah terkait sendiri cenderung menomor duakan mereka
dibanding masyarakat umum lainnya.
Namun dalam perkembangannya, saat
ini pemerintah mulai gencar mensosialisasikan program yang membantu anak-anak
jalanan dan fakir miskin lainnya dalam hal pengurusan akta kelahiran, Kartu
Keluarga, serta KTP dengan biaya yang terjangkau.
Salah satu program pemerintah yang
juga mulai dikembangkan saat ini adalah program kesehatan yang diselenggarakan
oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ). BPJS dalam pelayanannya
menyediakan jasa khusus untuk fakir miskin dimana anak jalanan termasuk dalam
salah satu kategori yang mereka tuju. Karena keterbatasan finansial yang dihadapi
anak jalanan, Pemerintah melalui BPJS memberikan layanan jaminan kesehatan
tanpa harus membayarkan iuran.
Keberadaan anak jalanan selalu
dianggap sebagai sampah masyarakat, mengganggu keamanan dan ketertiban, serta
stigma-stigma negatif lainnya tentang anak jalananan yang berkembang di
masyarakat. Penilaian maupun opini negatif yang berasal dari masyarakat
didasari oleh karakteristik anak jalanan yang terlihat kumuh, kotor dan berperilaku
sesuka mereka, terlebih lagi ada oknum anak jalanan yang melakukan tindakan
kriminal seperti mencuri. Sementara di satu sisi, masyarakat tidak tahu dan
tidak mau tahu tentang alasan anak-anak tersebut hidup dijalan bahkan sampai
melakukan tindakan-tindakan kriminal.
Sifat apatis masyarakat umum
terhadap anak jalanan semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Masyarakat
beranggapan bahwa penanggulangan anak jalanan hanyalah tugas dan tanggung jawab
pemerintah. Sementara peran masyarakat terkhususnya Mahasiswa sangat dibutuhkan
untuk dapat membantu pemerintah menyelesaikan masalah ini.
Adapun peran mahasiswa dan
masyarakat dalam membantu pemerintah untuk menanggulangi masalah anak jalanan
adalah :
1. Menyadarkan dan menghapus mindset tentang hierarki yang ada di antara kita sebagai masyarakat
umum dengan mereka yang tinggal di jalanan. Kita harus dapat menerima keadaan
mereka dan tidak melakukan pembatasan hubungan maupun komunikasi dengan mereka.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan cara memberikan
sosialisasi ke masyarakat mengenai fenomena anak jalanan serta membuat kegiatan
yang dapat membaurkan masyarakat dengan anak jalanan, sehingga diharapkan
batasan yang ada antara masyarakat dan anak jalanan semakin berkurang.
2. Pada dasarnya, anak-anak jalanan bukanlah
oknum yang harus dikasihani, mereka hanya membutuhkan pengakuan dan penyetaraan
dari orang-orang yang ada di sekitar mereka. Tugas masyarakat dan mahasiswa
adalah menjadikan anak jalanan sebagai sahabat yag perlu dimotivasi dan
didukung untuk pencapaian kehidupan yang lebih baik.
3. Kesadaran mahasiswa tentang pentingnya
mengenyam pendidikan sangat baik jika dapat dibagikan juga kepada anak-anak
dijalanan. Salah satu karakter anak jalanan adalah menjadikan uang sebagai satu-satunya
tujuan dalam hidupnya, sehingga tidak sedikitpun terpikir bagi mereka tentang
pentingnya ilmu pengetahuan serta keterampilan-keterampilan yang dapat membantu
mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup. Disinilah peran masyarakat dan mahasiswa
untuk memberikan pembinaan terhadap anak-anak jalanan seperti keterampilan
membuat kerajinanan tangan, sablon dan lain-lain agar mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan cara berwirausaha.
4. Melakukan pendataan terhadap anak-anak jalanan
yang belum memiliki identitas penduduk serta membantu mereka mengurus
pencatatan ke bidang sipil agar mereka dapat menerima jaminan sosial yang disediakan
oleh pemerintah, Mahasiswa juga harus berusaha mensosialisasikan tentang pentingnya kesehatan. Staf Pemasaran BPJS
Kantor Cabang Medan, Buara Pranata Ginting mengatakan bahwa mahasiswa harus
mampu menjadi aktivis masyarakat untuk menyadarkan mereka akan pentingnya
kesehatan, karena faktanya anak jalanan lebih rentan mengalami berbagai
penyakit.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
UU
no 23 tahun 2002 dan UU Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, mengatakan bahwa “fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara" serta “setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi ”. Namun kenyataannnya, Undang Undang yang
ditetapkan tetap tidak memberikan perlindungan terhadap anak jalanan. Peran
masyarakat sendiripun dinilai masih kurang dalam hal penanggulangan anak
jalanan. Seiring waktu, masyarakat menjadi semakin apatis terhadap fenomena
anak jalanan. Stigma negatif masyarakat terhadap anak jalanan harus diubah
dengan cara melakukan sosialisasi yang seharusnya dapat dipelopori oleh
mahasiswa dan aktivis sosial lainnya. Sebagai masyarakat, kita juga harus mengawasi
peran pemerintah dalam upaya penanganan anak jalanan dan turut berperan aktif
dalam membantu pemerintah.
B. Saran
Sebaiknya
pemerintah bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang berfokus kepada penanganan
anak jalanan dengan program berupa kegiatan yang terstruktur, sistematis dengan pelaksanaan
yang jelas disertai dengan pengawasan
dan evaluasi berkelanjutan.
Mahasiswa
sebagai insan cerdas harus lebih berperan aktif dan kriitis dalam upaya penanganan
anak jalanan dan pengawasan terhadap kinerja pemerintah dalam hal tersebut. Mahasiswa
juga sebagai pelopor atau penggerak dalam upaya pembinaan anak jalanan dengan
mengajak masyarakat untuk turut serta, lebih peduli dengan keadaan lingkungan
sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Apri, Fedri. 2014.Realitas Anak
Jalanan di Kota Layak Anak Tahun 2014. Jurnal
Skripsi,
FKIP.
Oktaria, Yudit. 2008. Konsep Diri Anak
Jalanan Usia Remaja, Jurnal Psikologi
volume
1 no 2.
Wahyuni, Endah Tri. 2013. Coping Stres Pada Anak Jalanan, Jurnal Online
Psikologi volume 1 no 2.
DAFTAR
RIWAYAT HIDUP
KETUA TIM
Nama Lengkap : Gita I. F
Siburian
Tempat, Tanggal Lahir : Balige,
18 November 1994
Pengalaman
Organisasi : 1. Tim Kerja
Rakom (2013)
2.
Bendahara GMKI FEB USU (2013-2014)
3.
Tim Peduli Masyarakat GMKI FEB USU
(
2014-2015)
4.
Sekretaris Tim Kerja Natal GMKI
Cabang Medan (2014)
5. Sekretaris Panitia Paskah Manajemen (2015)
Karya Ilmiah yang
Pernah Ditulis : -
Penghargaan yang
pernah diraih : -
ANGGOTA
-Anggota 1-
Nama Lengkap : Elma Nissy
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Maret 1994
Pengalaman
Organisasi : 1. Tim Kerja
Rakom (2013)
2.
Tim Pengajar (2013-2014)
3.
Tim Kerja Natal GMKI Cabang Medan(2013)
4.
Wakil Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan
GMKI FEB USU ( 2014-2015)
5. Ketua Bidang Rohani Kristen Himpunan
Mahasiswa
Manajemen ( 2015-2016)
Karya Ilmiah yang
Pernah Ditulis : -
Penghargaan yang
pernah diraih : -
-Anggota 2-
Nama Lengkap : Ruth
Serepina Sihombing
Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 05
September 1994
Pengalaman Organisasi : 1. Bendahara Naposobulung HKBP
Wahidin
Baru
(2012-2013)
2.
Bendahara Panitia Paskah Manajemen (2015)
Karya Ilmiah yang
Pernah Ditulis : -
Penghargaan yang
pernah diraih : -
LAMPIRAN
A. Lembar Wawancara
1. Pengurus Lembaga Peduli Anak jalanan (
Nasriati Muthalib )
Q : Menurut
anda, sebagai Pengurus Yayayasan KKSP Apa kebutuhan yang paling mendasar bagi
anak jalanan?
Jawaban : Adapun yang menjadi kebutuhan
mereka adalah pengakuan dari masyarakat umum tentang kehadiran mereka di
masyarakat. Mereka ingin diperlakukan sama dengan anak – anak lainnya. Mereka
juga membutuhkan jaminan pendidikan maupun jaminan kesehatan dari pemerintah selaku
masyarakat yang memiliki hak untuk mendapatkannya.
2.
Salah satu staf pemasaran BPJS ( Badan Penyelenggara Jasa Sosial ),
Buara Pranata Ginting, SE
Q: Bagaimana tanggapan bapak terhadap fakir
miskin termasuk anak jalanan yang sangat membutuhkan jaminan sosial dari
pemerintah namun tidak memiliki identitas kependudukan yang sah?
Jawaban : Salah satu syarat untuk menerima
jaminan sosial baik kesehatan maupunn jaminan sosial lainnya adalah memiliki
Kartu Keluarga atau Kartu Tanda Penduduk. Saat ini, Pemerintah sedang
menggalakkan program dimana seluruh warga Indonesia harus memiliki KK dan KTP,
sehingga berbagai macam bentuk pengurusannya akan dipermudah. Apabila sudah
memiliki identitas kependudukan yang sah, BPJS juga akan memberikan kemudahan
berupa pelayanan kesehatan tanpa ada pungutan iuran pada fakir miskin.
3. Salah satu anak jalanan yang ada di daerah
aksara ( Y, 14 tahun)
Q: Apa yang membuat anda untuk memilih hidup
dijalan?
Jawab : Karena kondisi keluarga yang tidak
baik dan masalah perekonomian yang membuat saya terpaksa mengamen dijalan.
B. Foto Dokumentasi
1. Foto bersama Pengurus dan Voluntir KKSP
2. Kegiatan yang dilakukan bersama anak
jalanan dan anak sekitar Rumah Belajar KKSP.
3. Foto Bersama Salah Satu Staf Pemasaran
BPJS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar